Bank Sinarmas Terjerat Kasus, Diduga Ada Rekayasa Kredit
Mataram, Radar Rakyat– Dugaan penyalahgunaan data perbankan menyeruak setelah nama pengusaha asal Mataram, Sang Kadek Sudita, tiba-tiba tercatat sebagai debitur bermasalah pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Padahal, ia mengaku tidak pernah berurusan dengan Bank Sinarmas.
Peristiwa ini bermula pada 2023, saat Sudita hendak melakukan top up kredit senilai Rp1,5 miliar di Bank BPD Bali. Permohonan itu ditolak karena datanya muncul sebagai nasabah bermasalah Bank Sinarmas. “Klien kami tidak pernah mengajukan pinjaman maupun memiliki rekening di Bank Sinarmas. Ini kami duga tindak pidana perbankan melalui media elektronik,” kata kuasa hukum Sudita, Jan Richard, Jumat (26/9).
Richard menyebut pengaduan resmi telah diajukan ke OJK, meski sempat terkendala sistem pengaduan daring. Laporan akhirnya disampaikan secara manual dan sudah teregistrasi. Bukti dokumen elektronik dari OJK juga telah diterima. Kasus ini bahkan sempat dilimpahkan ke Direktorat Krimsus Polda Bali pada 2024 untuk penanganan lebih lanjut.
Kejanggalan lain muncul ketika pihak Bank Sinarmas mengundang Sudita untuk klarifikasi pada 20 Agustus 2024 di kantor Gatot Subroto. Pihak bank menjanjikan pembuatan berita acara, tetapi hingga kini tak kunjung diberikan. “Kami datang lagi pada April 2025, tetap tidak ada kejelasan. Ini makin memperkuat dugaan ada unsur penipuan,” tegas Richard.
Akibat pencatutan nama itu, Sudita kini masuk daftar hitam perbankan (kolektibilitas 5) yang otomatis memblokir akses pengajuan kreditnya di BPD Bali. Padahal, catatan keuangan Sudita di BPD Bali selama ini dinyatakan sehat.
“Klien kami baru tahu ketika pengajuan top up kredit ditolak. Tiba-tiba muncul data kredit macet di Bank Sinarmas. Anehnya, tidak ada permohonan, survei, maupun persetujuan kredit sebelumnya. Nilai kredit pun tidak pernah diberitahukan, hanya muncul nama dan data agunan,” ujar Richard.
Ia menilai praktik tersebut berpotensi melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, mulai Pasal 47 dan 47A soal rahasia bank hingga Pasal 49 tentang pencatatan palsu dan Pasal 50 terkait kepatuhan perbankan. “Dampak pencatutan ini jelas merugikan bisnis klien kami. Ia tidak bisa mengajukan pinjaman baru, sementara tagihan atau pemberitahuan utang pun tidak pernah ada,” tambahnya.
Kasatreskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili, membenarkan telah menerima laporan tersebut. “Kami akan dalami. Apakah ada tindak pidananya atau tidak. Kalau ada pasti kita tindaklanjuti,” ujarnya. Pihaknya kini sedang memeriksa sejumlah saksi untuk memastikan kebenaran laporan itu.