Polda NTB Diduga Masuk Angin, Terkait Laporan Laporan Dugaan Reklamsi Ilegal Di Gili Gede.
Lombok Barat, Radar Rakyat- Direktur Eksekutif LSM NTB Corruption Watch, Fathurrahman Lord, menyoroti lambannya penanganan laporan dugaan reklamasi ilegal dan pembangunan dermaga tanpa izin di wilayah Gili Gede, Desa Sekotong Barat, Kabupaten Lombok Barat.
Fathurrahman menyebut, reklamasi yang dilakukan oleh PT. Thamrin diduga melibatkan oknum pejabat dan telah memperluas daratan hingga kurang lebih tujuh are dengan metode pengurugan. Aktivitas ini dinilai tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga menimbulkan indikasi kuat permainan mafia pertanahan.
“Reklamasi yang dilakukan seharusnya melalui prosedur ketat, mulai dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau UKL-UPL hingga izin lingkungan. Namun, kegiatan ini diduga tidak mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG),” ungkap Fathurrahman, Kamis (4/9).
Fathurrahman juga menyebutkan bahwa lahan hasil reklamasi tersebut diduga telah mengantongi Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Barat. Ia mempertanyakan dasar hukum BPN dalam penerbitan sertifikat tersebut.
“Saya sudah laporkan ke Ditkrimsus Polda NTB dengan Nomor: TBLP/310/VII/2025/Ditkrimsus, tapi sampai sekarang belum ada proses tindak lanjut. Ini sangat mencurigakan, dan saya menduga Polda NTB masuk angin dalam kasus ini,” tegasnya.
Atas dasar tersebut, Fathurrahman menyatakan akan segera melayangkan DUMASAN (Pengaduan Masyarakat) langsung ke Kapolda NTB. Bahkan, ia menegaskan siap mengirim laporan serupa ke Mabes Polri di Jakarta jika kasus ini tetap mandek.
“Apabila aparat penegak hukum tidak juga menindaklanjuti laporan ini, kami akan menggalang aksi besar-besaran bersama masyarakat Sekotong dan aktivis lingkungan di depan Mapolda NTB hingga Mabes Polri. Kasus ini tidak boleh dibiarkan karena menyangkut kepentingan masyarakat dan masa depan lingkungan,” pungkas Fathurrahman.
LSM NTB Corruption Watch mendesak aparat penegak hukum bertindak tegas dan transparan terhadap kasus yang menyangkut kelestarian lingkungan dan potensi korupsi di sektor tata ruang dan pertanahan tersebut.